Mengapa teori harus berasumsi
Teori dan Asumsinya
Pada dasarnya, asumsi teori adalah serangkaian kondisi, prinsip, atau keyakinan yang diterima sebagai kebenaran tanpa perlu dibuktikan dalam konteks teori tersebut. Asumsi berfungsi sebagai fondasi atau titik awal yang memungkinkan seorang ilmuwan atau pemikir untuk membangun argumen, model, atau penjelasan yang lebih kompleks.
Tidak ada teori yang bisa mencakup seluruh kompleksitas dunia nyata, oleh karena itu asumsi diperlukan untuk menyederhanakannya.
Mengapa Teori Membutuhkan Asumsi?
Asumsi memiliki beberapa fungsi krusial dalam pembentukan dan penerapan teori:
- Menyederhanakan Realitas: Dunia nyata sangat kompleks. Asumsi membantu menyederhanakan kondisi yang ada sehingga fenomena dapat dipelajari secara lebih terfokus. Contohnya, dalam fisika, kita sering mengasumsikan "permukaan licin sempurna" untuk mengabaikan faktor gesekan yang rumit.
- Menentukan Batasan (Skop) Teori: Asumsi secara efektif menetapkan dalam kondisi apa sebuah teori berlaku. Jika asumsi tidak terpenuhi di dunia nyata, maka teori tersebut mungkin tidak akurat atau tidak dapat diterapkan.
- Memberikan Titik Awal Logis: Teori memerlukan premis dasar untuk memulai penalaran. Asumsi menyediakan titik awal yang disepakati bersama sehingga argumen dapat dibangun di atasnya.
- Memungkinkan Pengujian dan Pemodelan: Dengan adanya asumsi, ilmuwan dapat membuat model matematis atau konseptual yang dapat diuji. Tanpa asumsi penyederhanaan, membuat model yang bisa diuji akan menjadi mustahil.
Jenis-jenis Asumsi dalam Teori
Asumsi dapat dikategorikan dalam beberapa jenis, tergantung pada sifat dan fungsinya:
1. Asumsi Eksplisit vs. Implisit
- Asumsi Eksplisit: Asumsi yang dinyatakan secara jelas dan terbuka oleh pencetus teori. Ini adalah "aturan main" yang sengaja ditetapkan.
- Asumsi Implisit: Asumsi yang tersirat dan sering kali tidak disadari. Asumsi ini sering kali berasal dari latar belakang budaya, paradigma keilmuan, atau keyakinan pribadi peneliti yang dianggap sebagai "akal sehat" (common sense).
2. Asumsi Berdasarkan Tujuannya
- Asumsi Ontologis (Tentang Hakikat Realitas): Ini adalah asumsi tentang sifat dasar dari apa yang sedang dipelajari.
- Contoh: Dalam sosiologi, asumsi ontologisnya adalah bahwa "struktur sosial" (seperti kelas atau keluarga) itu nyata dan memiliki pengaruh terhadap individu.
- Asumsi Epistemologis (Tentang Hakikat Pengetahuan): Ini adalah asumsi tentang bagaimana kita bisa mendapatkan pengetahuan yang valid tentang suatu fenomena.
- Contoh: Dalam ilmu alam, ada asumsi bahwa pengetahuan paling valid didapat melalui observasi empiris dan eksperimen yang dapat diulang.
- Asumsi Metodologis (Tentang Cara Memperoleh Data): Asumsi yang berkaitan dengan metode penelitian yang dianggap paling sesuai.
- Contoh: Dalam survei kuantitatif, ada asumsi bahwa responden menjawab pertanyaan dengan jujur dan mengerti pertanyaannya.
- Asumsi Penyederhanaan atau Idealisasi: Ini adalah jenis asumsi yang paling umum untuk membuat model yang bisa dijalankan.
- Contoh: Istilah ceteris paribus dalam ekonomi, yang berarti "semua faktor lain dianggap konstan."
Contoh Asumsi dalam Berbagai Bidang Ilmu
Untuk membuatnya lebih jelas, berikut adalah contoh asumsi dalam beberapa disiplin ilmu:
Konsekuensi dan Kritik terhadap Asumsi
Penting untuk selalu mengingat bahwa asumsi adalah "kelemahan" yang disengaja dari sebuah teori.
- Membatasi Generalisasi: Sebuah teori hanya sekuat asumsinya. Jika asumsi tidak cocok dengan situasi nyata, maka kesimpulan dari teori itu tidak bisa digeneralisasi.
- Sumber Bias: Asumsi implisit dapat memasukkan bias ke dalam penelitian. Misalnya, teori psikologi yang dikembangkan hanya dengan subjek orang Barat mungkin memiliki asumsi implisit yang tidak berlaku untuk budaya lain.
- Mendorong Kemajuan Ilmu Pengetahuan: Salah satu cara utama ilmu pengetahuan berkembang adalah dengan menantang asumsi dari teori-teori yang sudah ada. Teori Relativitas Einstein lahir karena ia menantang asumsi Newton tentang ruang dan waktu yang absolut.
Kesimpulan: Asumsi adalah bagian tak terpisahkan dan esensial dari setiap teori. Ia berfungsi sebagai kerangka kerja yang menyederhanakan realitas agar dapat dipelajari. Namun, seorang pemikir kritis harus selalu sadar akan asumsi-asumsi yang mendasari sebuah teori, karena di situlah letak kekuatan sekaligus batas penerapan teori tersebut.
Comments
Post a Comment