SIGNIFIKAN /SANGAT SIGNIFIKAN. MANA YANG BENAR.


SIGNIFIKAN ATAU SANGAT SIGNIFIKAN? 

Oleh: Saifuddin Azwar

Beberapa waktu yang lalu, salah seorang partisan dalam mailgroup dosen Fakultas Psikologi UGM memunculkan kembali pertanyaan klasik yang jawabannya sebenarnya dapat ditemukan dalam buku-buku teks standar. Pertanyaan termaksud menyangkut cara yang semestinya dalam menuliskan pernyataan signifikansi hasil uji statistik.
Dalam sebagian besar skripsi dan (sayangnya) tesis S2 di Fakultas-fakultas Psikologi di Indonesia, kita jumpai bermacam-macam cara pemberian label terhadap angka hasil uji statistik seperti ‘signifikan’, ‘sangat signifikan’, ‘signifikan sekali’, dan lain-lain. Rupanya hal itu menimbulkan kebingungan bagi sebagian peneliti dan bagi sebagian pembaca.
Bahkan, dalam sebuah skripsi yang memuat hasil penelitian melalui pengujian hipotesis pernah ditemui kasus hasil uji statistiknya tidak signifikan karena kecilnya angka, lalu oleh penulisnya ditarik kesimpulan berbunyi kurang-lebih: “Ada hubungan yang kecil antara variabel X dan variabel Y sekalipun tidak signifikan”. Statemen seperti itu sekilas tampak wajar, namun dari kacamata pemahaman statistika tentu tidak dapat dimengerti.
Tulisan ini sebenarnya tidak akan menyajikan hal yang baru, namun sekedar menyegarkan kembali ingatan kita akan hal kecil yang sebenarnya sejak lama sudah ada dalam buku-buku teks dan sudah kita ketahui bersama. Fokusnya adalah makna signifikansi pada pengujian hipotesis dan cara menyajikan hasilnya.

Uji Hipotesis
Pada penelitian-penelitian yang bersifat inferensial, yang melakukan pendekatan analisis kuantitatif (statistika), diperlukan suatu prediksi mengenai jawaban terhadap pertanyaan penelitian yang dirumuskan dalam bentuk hipotesis-hipotesis penelitian.
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap pertanyaan penelitian. Oleh karena itu, perumusan hipotesis sangat berbeda dari perumusan pertanyaan penelitian. Rumusan-rumusan hipotesis penelitian, pada gilirannya sewaktu akan diuji dengan menggunakan metode statistika, perlu diterjemahkan dalam bentuk pernyataan simbolik. Simbol-simbol yang digunakan dalam rumusan hipotesis statistika adalah simbol-simbol parameter. Parameter adalah besaran-besaran yang ada pada populasi.
Sebagai contoh, hipotesis penelitian yang menyatakan mengenai perbedaan Tingkat Agresivitas antara siswa Sekolah I dan siswa Sekolah II mengandung arti bahwa terdapat perbedaan rata-rata Tingkat Aresivitas antara siswa dari kedua sekolah tersebut. Dalam statistika, rata-rata berarti mean yang mempunyai simbol  sedangkan parameter mean bagi populasi adalah μ.
Oleh karena itu, simbolisasi hipotesis tersebut adalah:
Ha; μ1 ≠ μ2 untuk hipotesis dua-arah, atau
Ha; μ1 > μ2 untuk hipotesis satu-arah.
Yang dapat juga dinyatakan sebagai:
Ha; μ1 - μ2 ≠ 0 untuk hipotesis dua-arah, atau
Ha; μ1 - μ2 > 0 untuk hipotesis satu-arah.

Dalam kasus penelitian yang hendak menguji perbedaan lebih dari dua kelompok subjek, maka simbolisasi hipotesisnya adalah:
Ha; μ1 ≠ μ2 ≠ μ3 ≠ μ4
atau
Ha; μ1 - μ2 ≠ μ2 - μ3 ≠ μ3 - μ4 ≠ 0.
Contoh lain, hipotesis yang berisi pernyataan mengenai hubungan antara Kecemasan dan Prestasi Belajar sama dengan menyatakan bahwa Prestasi Belajar berkorelasi dengan Kecemasan. Dalam statistika adanya korelasi dinyatakan oleh koefisien korelasi (r) yang tidak sama dengan 0. Karena parameter korelasi adalah ρ, maka secara simbolik hipotesis tersebut dapat dinyatakan sebagai:
Ha; ρxy ≠ 0 untuk hipotesis dua-arah, atau
Ha; ρxy < 0 untuk hipotesis satu-arah.
Dalam kasus lain yang menyatakan adanya korelasi positif, simbolisasinya adalah:
Ha; ρxy > 0 (hipotesis satu-arah).
Bila hubungan atau korelasi itu melibatkan lebih dari dua variabel maka bentuk simbolisasi hipotesisnya dapat berupa:
Ha; ρx.y1y2y3 > 0 atau mungkin juga berupa:
Ha; ρy.x1x2x3 > 0.
Simbol Ha berarti hipotesis alternatif, yaitu penerjemahan hipotesis penelitian secara operasional. Hipotesis alternatif disebut juga hipotesis kerja.
Statistik sendiri digunakan tidak untuk langsung menguji hipotesis alternatif akan tetapi digunakan untuk menolak atau menerima hipotesis nihil. Penerimaan atau penolakan hipotesis alternatif merupakan konsekuensi dari penolakan atau penerimaan hipotesis nihil.

Hipotesis Nihil
Hipotesis nihil, null hypothesis, atau H0 adalah hipotesis yang meniadakan (nullify) perbedaan antarkelompok atau meniadakan hubungan antarvariabel. Apabila hipotesis alternatif menyangkut perbedaan antarkelompok, maka hipotesis nihil berisi deklarasi yang meniadakan perbedaan itu. Bila hipotesis alternatif berkenaan dengan hubungan antar variabel, maka hipotesis nihil berupa pernyataan yang meniadakan hubungan termaksud. Di antara contoh-contoh hipotesis nihil adalah:
H0; μ1 = μ2
H0; μ1 - μ2 = 0
H0; ρxy = 0
H0; μ1 = μ2 = μ3 = μ4
H0; ρxm = ρym.
Tehnik-tehnik komputasi statistika selalu menguji hipotesis nihil. Penolakan terhadap hipotesis nihil akan membawa kepada penerimaan hipotesis alternatifnya sedangkan penerimaan terhadap hipotesis nihil akan meniadakan hipotesis alternatif.

Eror Tipe I dan Eror Tipe II
Setiap penggunaan tehnik statistika untuk menerima atau menolak hipotesis nihil akan mengandung resiko adanya kesalahan (eror) pengambilan keputusan. Dalam penelitian sosial kita tidak akan pernah dapat memiliki tingkat kepastian atau tingkat kepercayaan 100% pada keputusan kita mengenai apakah data empirik mendukung atau tidak mendukung hipotesis. Artinya, sedikit atau banyak, keputusan penolakan atau penerimaan hipotesis tentu mengandung probabilitas (peluang) terjadinya kesalahan. Semakin kecil peluang terjadinya kesalahan, maka kepercayaan kita terhadap keputusan akan semakin besar.

Kesalahan yang dapat terjadi ada dua macam. Pertama adalah eror Tipe I, yaitu eror sewaktu kita menolak hipotesis nihil yang seharusnya diterima. Ke dua adalah eror Tipe II, yaitu eror ketika kita menerima hipotesis nihil yang seharusnya ditolak.
Prosedur statistika memungkinkan kita menentukan seberapa besar peluang (probabilitas) untuk terjadinya eror Tipe I dan eror Tipe II yang akan digunakan. Besarnya peluang terjadinya eror Tipe I disebut Taraf Signifikansi dan diberi simbol p atau simbol α yang dinyatakan dalam proporsi atau persentase, sedangkan harga (1-α)100% disebut Taraf Kepercayaan. Sebagai contoh, apabila kita menetapkan α sebesar 0,05 atau 5% berarti sama dengan menentukan taraf kepercayaan sebesar (1-0,05)=0,95 atau 95%.
Besarnya peluang untuk terjadinya eror Tipe II diberi simbol β yang juga dinyatakan dalam bentuk proporsi dan persentase, sedangkan harga (1-β)100% disebut power of the test.


Taraf Signifikansi
Erat berkaitan dengan masalah eror dalam penolakan hipotesis nihil, pemahaman mengenai taraf signifikansi sangat penting dalam penggunaan metode statistika guna menguji hipotesis penelitian. Kesimpulan penelitian yang disandarkan pada keputusan statistik, sebagaimana telah disebutkan di atas, tidak dapat ditopang oleh taraf kepercayaan mutlak seratus persen. Karena itulah peneliti harus memberi sedikit peluang untuk salah dalam menolak hipotesis. Besarnya peluang untuk salah menolak hipotesis nihil (eror Tipe I) inilah yang disebut sebagai taraf signifikansi.
Sewaktu seorang peneliti menyatakan penolakan terhadap hipotesis nihil, harus difahami bahwa penolakan itu mengandung resiko kesalahan sebesar suatu taraf signifikansi. Penolakan yang didasarkan pada taraf signifikansi yang kecil tentu saja lebih dapat dipercaya daripada penolakan yang didasarkan pada taraf signifikansi yang besar, walaupun tidak berarti bahwa taraf signifikansi yang kecil selalu lebih tepat untuk digunakan daripada taraf signifikansi yang besar.

Apriori vs Aposteriori
Penggunaan taraf signifikansi dapat dilakukan secara apriori atau secara konvensional yaitu dengan menetapkan lebih dahulu taraf signifikansi yang hendak digunakan (dengan kata lain menetapkan lebih dahulu berapa besar resiko kesalahan penolakan hipotesis nihil yang hendak ditanggung).
Di masa lampau, sewaktu software statistika belum banyak dikenal dan Tabel Statistika masih banyak digunakan, pendekatan apriori ini hampir selalu dipakai. Dalam penelitian-penelitian sosial kita mengenal penetapan taraf signifikansi sebesar 5% atau 1% sebelum uji statistik dilakukan. McCall (1970) mengatakan bahwa pemilihan taraf signifikansi 5% atau 1% semata-mata kesepakatan yang menjadi kebiasaan di kalangan ilmuwan sosial saja tanpa ada dasar yang jelas.
Sebagai contoh, untuk menolak hipotesis nihil mengenai perbedaan mean dua kelompok yang masing-masing subjeknya berjumlah 15 dan 17 orang digunakan uji-t. Penguji menetapkan lebih dahulu taraf signifikansinya semisal sebesar 5%. Dengan demikian dapat diketahui batas minimal besaran statistik t untuk dapat digunakan menolak H0 dan menyatakan bahwa perbedaan kelompok adalah signifikan. Dalam kasus ini, menurut tabel distribusi t, besarnya adalah t(n1-n2;/2) = t(30;0,025) = 2,042 sehingga apabila statistik t yang diperoleh dari komputasi terhadap data besarnya sama atau melebihi harga 2,042 maka H0 ditolak dan perbedaan dinyatakan signifikan.

Hal yang sama berlaku apabila digunakan taraf signifikansi 1%. Hanya saja untuk kasus yang sama akan diperoleh harga t(n1-n2;/2) = t(30;0,005) = 2,750 yang menuntut harga statistik t yang lebih besar untuk dapat menolak H0 dan menyatakan adanya perbedaan yang signifikan.
Pada dekade belakangan ini, dimana software statistika sudah tersedia dan mudah digunakan, ada kecenderungan untuk bersikap aposteriori. SPSS misalnya, pada sebagian menu analisisnya meminta kita memasukkan taraf signifikansi yang dikehendaki apabila tidak ingin menggunakan signifikansi yang sama seperti defaultnya dan pada banyak analisis yang lain memberikan output hasil komputasi statistik disertai oleh besaran harga p yang menunjukkan besarnya peluang eror Tipe I. Kita dapat melihat, sebagai contoh, besaran p = .130 atau p = .022 atau p = .000 yang harga statistiknya disertai (bila diminta) oleh tanda * atau ** atau tanpa tanda bintang. Tanda * berarti signifikan pada taraf 5%, tanda ** berarti signifikan pada taraf 1%, dan tanpa tanda berarti tidak signifikan.
Secara aposteriori, pertama kita dapat melihat tanda bintang yang dicantumkan dan memutuskan untuk menerima atau menolak H0 pada taraf signifikansi yang sesuai arti tanda bintang tersebut.
Kedua, kita dapat menolak H0 dan menyatakan bahwa harga statistik yang dihasilkan adalah signifikan, dengan pengertian bahwa keputusan penolakan kita mengandung resiko eror Tipe I sebesar yang dinyatakan oleh harga p. Kita dapat menolak H0 dan menyatakan statistiknya signifikan sekalipun harga p = .130, p = .022, atau p = .220 sekalipun. Sebaliknya kita dapat menerima H0 pada harga-harga p yang sama seperti di atas bila kita tidak mau menanggung resiko eror Tipe I sebesar
p tersebut. Jadi, signifikan tidaknya statistik yang diuji tergantung kesediaan kita menanggung resiko pada harga p yang diperoleh.
Namun demikian, tentu saja tetap ada batas keputusan yang masuk akal. Artinya kita tentu tidak akan bersedia menolak H0 dengan p = .300 misalnya, karena resikonya terlalu besar sehingga uji statistik jadi tidak berguna lagi. Sebaliknya kita juga tentu sepakat untuk menolak H0 bila komputasi menghasilkan p sekecil .001.

Interpretasi
Apakah label yang akan dilekatkan pada hasil uji yang peluang eror Tipe I nya sebesar (sebagai contoh) p = 0,01; p = 0,04; atau p = 0,10?
Bila kita secara apriori telah menetapkan penggunaan p = 0,05, misalnya, maka semua hasil komputasi yang menghasilkan statistik dengan p ≤ 0,05 akan diberi label “signifikan”, tidak peduli p = 0,001 tetap saja dilabel “signifikan”, bukan “sangat signifikan”. Istilah signifikan menunjukkan makna perbedaan atau hubungan yang diuji terjadi bukan karena eror random atau karena kebetulan saja. Kecilnya p menunjukkan makna resiko keputusan untuk mengakui adanya perbedaan atau hubungan tersebut, bukan intensitasnya. Sebaliknya, tidak peduli berapapun harga statistik yang diperoleh kalau ternyata peluang eror Tipe I nya adalah p > 0,05 maka harus dinyatakan “tidak signifikan” dan harga statistiknya dinyatakan sebagai terjadi karena kebetulan yang karenanya harus diabaikan. Untuk harga p sebesar 0,45 (misalnya), berarti sama tidak signifikannya dengan p sebesar 0,20 dan tidak perlu diberi label “sangat tidak signifikan” karena hal itu berlebih-lebihan.
Bila digunakan pendekatan aposteriori, hasil uji statistik dapat dikatakan tidak signifikan bila kita tidak bersedia menanggung resiko eror sebesar p yang diperoleh. Sebaliknya, kita boleh mengklaim adanya hubungan atau adanya perbedaan dengan menyatakan bahwa berapapun harga p adalah signifikan.
Apapun pendekatan yang digunakan, secara substantif hanya ada dua macam label statistik akibat perolehan harga p, yaitu tidak signifikan atau signifikan. “Tidak signifikan” berarti harga statistik harus diabaikan dan dianggap tidak ada, berapa besarnya pun harga tersebut. “Signifikan” berarti harga statistik tidak dapat diabaikan dan harus dianggap ada, berapa kecilnya pun harga statistik tersebut. Label ‘sangat signifikan’ tidak diperlukan dikarenakan eratnya hubungan (dalam kasus korelasi) atau besarnya perbedaan (dalam kasus uji-beda) ditunjukkan antara lain oleh statistik r2 atau ω2.
Perlu diperhatikan pula perbedaan antara signifikansi statistik (statistical significance) dan signifikansi praktis (practical significance). Kedua signifikansi ini tidak selalu memiliki makna yang seiring. Signifikansi statistik memang dapat dihitung dan karenanya dapat ditunjukkan secara objektif, namun dari sisi praktis, adanya signifikansi praktis perlu dilandasi oleh pertimbangan akal (Diekhoff, 1992; Hays, 1973). Hal itu antara lain dikarenakan signifikan-tidaknya suatu statistik yang diuji tergantung antara lain pada ukuran sampel (n) dan variabilitas data. Akhirnya baik juga dicermati apa yang dikatakan oleh Hays (1973) bahwa: “Statistical significance is a statement about the likelihood of the observed result, nothing else. It does not guarantee that something important, or even meaningful, has found”.
--SA--


REFERENSI
Winer, B.J. : Statistical Principles in Experimental Design, 2nd edition. Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha, Ltd., 1971.
Diekhoff, G. : Statistics for the Social and Behavioral Sciences: Univariate, Bivariate, Multivariate, Dubuque, IA.: Wm. C. Brown Publishers, 1992.
Hays. W.L. : Statistics for the Behavioral Sciences, 2nd edition. New York: Holt, Rinehart and Winston Inc., 1973.
McCall, R.B. : Fundamental Statistics for Psychology. New York : Harcourt, Brace & World, Inc., 1970.


Catatan:
Diambil mentah-mentah dari Buletin Psikologi UGM, Vol. 13 No.1, Juni 2005. Hal. 38-44.



Comments

Popular Posts